Saturday, December 16, 2006
Friday, December 15, 2006
Diam
Tuhan...
Tuhan, aku hidup dalam rencanamu
Berjalan diatas suratanmu
Mereguk segala kehendak tak tertolak
Menikmati apapun takdir tak terbantah
Tapi aku hilang arah
Kenyataan kerap telikung langkahku
Hari berlalu dalam juta
Angkara dan nafsu bagai sahabat terbaik
Adakah cinta pencipta menyentuhku?
Bila kasih Maha Pengasih membelaiku?
Hingga legam dan lebam luruh binasa
sampai sesak dan sesal tercerabut musnah
Begitu sulit kudekati Mu
Meski air mata bicara dalam sepanjat doa
Meski bibir tergetar dalam setiap sujud
Kau masih teramat jauh...
Rindu panjang
Suatu saat nanti bila kemenemukanmu
Akan kubacakan surat hati yang tak pernah sampai
Resapilah gerakan bibirku
Hingga kau mengerti mengapa reasa itu ada
Suara batin laki-laki ketika rindu bersambut hampa
takkan berhenti hingga kau sedia menyambut
Telah kuhabiskan usia untuk menunggu
Sejak jiwa tersesat dalam pencarian
Sebelum nafasku terputus, dan sebelum semuanya menjadi hitam
Singgahlah di sisiku dan peluk...
Jangan pergi lagi meski benakmu membersit
Jangan buat kekal siksa tak berbanding
Biarkan aku pulang kedalam hatimu
Agar aku tak mati tanpa mengenal arti damai
Suatu malam
Pada malam ketika rembulan memutih perak
Sinarnya jatuh diatas dirimu jelita
Tubuhku tak bergeming
Sekejap jiwaku melayang di badai pesona
Karya malam menjelmamu teramat cantik
Bahkan terlalu cantik untuk terakhir kalinya ada
Malam ini seharusnya sempurna
Tapi cerita itu bukan untuk kita
Esok dunia takkan izinkan kita bermimpi lagi
Mimpi yang pernah menjadi manik-manik tidur
Semua akan hilang karena waktu mengusirnya
Merenggutmu dari pelukan
Dan aku harus lanjutkan langkah tanpa hangat tanganmu
Lalui ribuan kilometer jalan nestapa
Dimana tak mungkin lagi bunga-bunga kembali mekar
Tak akan ada lagi manis arak racikan cinta
Saat matamu isyaratkan banyak arti
Saat senyum itu terasa hangat dibibir
Saat sebait kata yang selalu membuat aku gila kau ucap
Saat itu aku sadar...
Semua tak akan kembali
Wednesday, October 18, 2006
Anak tukang sampah
Ya, anak seorang tukang sampah sebuah kantor jasa itu pergi
Kemarin, ia masih berada disana menemani bapak tercintanya bergulat dengan sampah dan peluh
Tapi hari ini ia tidak ada
Hanya lelaki tua berbungkus kulit melegam tanpa irama apapun di tubuhnya
Tidak lagi terlihat semangat dan ketegaran di wajahnya
Kini sedih dan kesepian bertahta dalam dadanya
Anak itu pergi...
Anak itu telah mendahului kehendak-Mu
Ia putuskan untuk menghadap tanpa panggilan-Mu
Membawa satu derita dan seribu tanya untuk-Mu
Baginya, lebih cepat selesai adalah terbaik
Kecacatannya tak sanggup menyumbang apapun untuk lelaku tua itu
Kecacatannya tak bisa beri pengorbanan berbuah bangga
Baginya ia sendiri adalah korban...
Anak itu pergi di iringi surat pamit dalam sakunya
Dia bilang, ia pergi juga untuk bertemu ibu yang tak pernah ia kenal
Dan terakhir... "Bapakku sayang, doakan aku agar Tuhan memaafkan keputusanku,
jika Ia menerimaku, Aku akan memohon padanya untuk merubah nasib Bapakku".
Wednesday, October 11, 2006
Putus asa
Menjalani waktu tanpa pernah berani menulis harapan di atas lembaran hidup
Semua kekecewaan mengikat batin teramat kuat
Menginci rapat angan-angan yang pernah ada
Hingga lebur dalam hampa
Terlalu banyak air mata jatuh tercecer
Terserap habis oleh kenyataan hidup yang memusuhiku tanpa alasan jelas
Keringatku kering, menguap hilang menyusul andai-andai indah
Terenggut udara tanpa belas kasih
Saat malam menjemput, aku bersujud, meratap, menjerit sekuatnya. Dan percuma...
Hanya angin bertarian membelaiku tanpa pesan balasan
Letih, penat sudah kesabaran memapah jiwa ini
Ia pun runtuh terkikis waktu. Menyisakan raga kerontang
Meringkuk di sudut malam sementara hawa dingin tega merajam
Gemeretak gigi beradu amarah tanpa tindakan
Sampailah pada titik akhir dan awal
Kini kusiap melepas semua yang tersisa
Kukembalikan zat hidup yang bersemayam dalam tubuh ini
Kepada-Nya kulepas semua hidup dan kehidupan yang terpinjam
Tak kuinginkan lagi
Asaku putus sudah...
Cinta monyet
Setelah lelah dibuai andai-andai semu, kulepas jua hasrat memilikimu
Meski berat kusadari, kau yang begitu jauh semakin samar tak tergapai
Kini harus kulalui hari di atas langkah-langkah sepi
Hatiku hampa dalam pekatnya sunyi
Tanpa cerita indah, tanpa kenangan manis
Tak ada sambut dari cinta terdamba
Tak ada kasih selain siksa
Seharusnya kau tak pernah hadir dimataku
Hanya buat aku terluka
Dan...
Waktu berlalu sia-sia
Kedua tanganku hanya bisa menutup wajah ini
Kian gelap. Hingga bahasa tak sanggup bicara
Semakin tak mengerti pada kisah ini
Begitu lelah kuperankan
Terasa jenuh peluh mengembun
Semua begitu percuma
Pagi cepat berlalu...
Hari terlalu terik untuk manusia yang tak tahu harus berbuat apa
Senja teramat diam untuk hati berpeluk gundah
Malam terlalu dingin untuk manusia yang tak tahu harus kemana
Terlambat
Terlambat, terlambat kau datang
Terlalu cepat, terlalu cepat aku pergi
Seharusnya hari akan indah
Tapi tak akan pernah
Pesonaku dan pesonamu sempat berpagut
Dan kandas dalam bisu
Hanya tatapan kita yang bersentuhan
Tanpa bertukar kata
Punggungku dihadapanmu
Wajahmu di balik lirik mataku
Aku tak tahu senyum itu untuk apa
Kau tak mengerti lidahku kelu karena apa
Satu kerlingan mata
Satu kelebatan rasa...
Mungkin pernah lahir
Bukan untuk tumbuh
Namun untuk binasa
Sahabat
Teman, duduklah barang sebentar
Kusediakan bangkai pohon yang tumbang ditebas zaman sebagai alasnya
Mari kita mengusap peluh
Tolong, jangan kau undang air mata
Rintih yang kau lagukan sudah lebih dari cukup
Jangan kau lupa akupun merasakannya
Kita memang tergilas roda nasib
Kita sedang tergerus takdir jahanam
Setengah keyakinan kita tercerabut oleh kenyataan
Jangan kau buang doa dari hatimu
Jangan kau hentikan pinta dari mulutmu
Belantara hidup akan semakin sulit dilalui tanpa itu semua
Senyumlah...
Meski itu mahal
Semangatlah...
Meski itu terkoyak
Thursday, October 05, 2006
Rintih kegelapan
Aku tahu...
Dan dapat melihat gurat-gurat dendam dimatamu
Apa yang telah hinggap melekat kuat pada hidupmu?
Dari mana kau dapatkan semua itu?
Hingga kata-kata riang dari bibirmu menari hambar tak berjiwa
Namun hatimu teramat diam, terlalu bungkam
Mungkinkah rasa ini dapat rontokkan benteng kegelapan dalam batinmu?
Atau kau takut aku malah memugarnya jadi lebih kokoh?
Tolong buka pintu itu untukku!
Kupastikan sesuatu itu pergi...
Cinta bian untuk arra
Sering, aku memanggilmu dalam batin
Selalu, aku terusik rindu dan tak mampu hadapi
Terlalu lama kau menghilang
Terlalu dalam aku sembunyi
Ribuan hari terlewati
Sampai mimpi itu datang menghentak
Kau dimana?...
Apakah kau simpan gelisah yang sama
Atau telah kau bunuh aku dalam kenangan??
Cinta kita pernah terbuang
Tapi tak lelah mengusik batin
Cinta kita memang usang
Tapi pernahkah kau panggil aku dalam batinmu?
Aku disini menunggu entah sampai kapan
Mungkin sampai nisan penantian gantikan aku?...
Early morning
Kujang, 7 September 2006
Empat pagi di atas tanah bogor
Terbungkus dingin bius setiap sendi
Nadi berdenyut lambat seperti enggan
Aku terdiam dalam nuansa purnama meredup
Seredup mata yang semakin penat
Galau ini tak mau pergi
Kuhela nafas panjang
Mungkin bebanku akan berkurang
Tapi tak banyak berarti
Segala yang kukejar, melesat terampas angin
Semua yang kumau berlalu enteng tinggalkan ku
Tak ada lagi yang tersisa
Selain kematian menungguku di suatu tempat
Waktu itu
Wednesday, October 04, 2006
Kampung halaman
Sampai nafas terakhir
Dua sisi
Menunggu
Wednesday, September 27, 2006
Pasrah
Kusimpul senyum untuk mendung di sudut pagi
Mendekap kuat bilik hati yang terjajah luka
Coba berdamai dengan dunia, mengubur dendam
Kuterima yang tersurat kini...
Mungkin akan lebih mudah
Meski semua takkan kembali
Takkan berubah dan menghilang selamanya
Menuntut pasrah pada jiwa yang letih dari berontaknya
Akan aku jalani kelok demi kelok dunia
Sampai tiba sang waktu memanggil
Menemputku dengan nisan berukir nama...
Jiwa
Bajingan
Di balik kabut
Berpijak diatas tanah murni dalam sapa sang kabut
Basuh mata hati dari noda-noda zaman
Yang tak mengenal norma dan kemuliaan
Kureguk kesejukan yang tersaji oleh hijau dedaunan
Dilenakan untaian puisi dan lagu yang terlantun oleh burung dan serangga
Kubiarkan diriku terbuai aroma kedamaian khas Pangrango
Aku tak ingin pulang...
Cacat
Tuesday, September 26, 2006
Lelaki dan sekat kaca
Tanpa kau sadari
Aku selalu memandang kerling mata dan
Menikmati tawamu yang tak termiliki
Sesekali berbicara dan menukar senyum
Tak kau tangkap sebuah arti...
Karena kau tak pernah tau
Pesanku tak mungkin sampai
Sekat ini terlalu tebal untuk kutembus
Aku dan dirimu berpijak diatas waktu dan dunia yang berbeda
Kau takkan pernah tahu
Cinta tanpa balas (gunung salak)
Sesak
Buta
Terkutuk
Tak Pernah bisa
Gagal
Hampa hati singgah menjemput letih
Mendung datang setelah kalah perangi hari
Dan kesekian kalinya...
Tak ada yang kumenangkan
Mengapa Kau kecualikan aku Tuhan?!
Sementara yang lain bersulang atas pencapaiannya
Diluar sana terlalu banyak pecundang
Tak cukupkah bagi-Mu?
Hingga Kau hadiahkan kegagalan untukku
Mengapa tak Kau akhiri saja aku...