Wednesday, October 18, 2006

Anak tukang sampah

Anak itu pergi...
Ya, anak seorang tukang sampah sebuah kantor jasa itu pergi
Kemarin, ia masih berada disana menemani bapak tercintanya bergulat dengan sampah dan peluh

Tapi hari ini ia tidak ada
Hanya lelaki tua berbungkus kulit melegam tanpa irama apapun di tubuhnya
Tidak lagi terlihat semangat dan ketegaran di wajahnya
Kini sedih dan kesepian bertahta dalam dadanya

Anak itu pergi...
Anak itu telah mendahului kehendak-Mu
Ia putuskan untuk menghadap tanpa panggilan-Mu
Membawa satu derita dan seribu tanya untuk-Mu

Baginya, lebih cepat selesai adalah terbaik
Kecacatannya tak sanggup menyumbang apapun untuk lelaku tua itu
Kecacatannya tak bisa beri pengorbanan berbuah bangga
Baginya ia sendiri adalah korban...

Anak itu pergi di iringi surat pamit dalam sakunya
Dia bilang, ia pergi juga untuk bertemu ibu yang tak pernah ia kenal
Dan terakhir... "Bapakku sayang, doakan aku agar Tuhan memaafkan keputusanku,
jika Ia menerimaku, Aku akan memohon padanya untuk merubah nasib Bapakku".

Wednesday, October 11, 2006

Putus asa



Menjalani waktu tanpa pernah berani menulis harapan di atas lembaran hidup
Semua kekecewaan mengikat batin teramat kuat
Menginci rapat angan-angan yang pernah ada
Hingga lebur dalam hampa

Terlalu banyak air mata jatuh tercecer
Terserap habis oleh kenyataan hidup yang memusuhiku tanpa alasan jelas
Keringatku kering, menguap hilang menyusul andai-andai indah
Terenggut udara tanpa belas kasih

Saat malam menjemput, aku bersujud, meratap, menjerit sekuatnya. Dan percuma...
Hanya angin bertarian membelaiku tanpa pesan balasan
Letih, penat sudah kesabaran memapah jiwa ini
Ia pun runtuh terkikis waktu. Menyisakan raga kerontang
Meringkuk di sudut malam sementara hawa dingin tega merajam

Gemeretak gigi beradu amarah tanpa tindakan
Sampailah pada titik akhir dan awal
Kini kusiap melepas semua yang tersisa
Kukembalikan zat hidup yang bersemayam dalam tubuh ini
Kepada-Nya kulepas semua hidup dan kehidupan yang terpinjam

Tak kuinginkan lagi
Asaku putus sudah...

Cinta monyet


Setelah lelah dibuai andai-andai semu, kulepas jua hasrat memilikimu
Meski berat kusadari, kau yang begitu jauh semakin samar tak tergapai
Kini harus kulalui hari di atas langkah-langkah sepi
Hatiku hampa dalam pekatnya sunyi

Tanpa cerita indah, tanpa kenangan manis
Tak ada sambut dari cinta terdamba
Tak ada kasih selain siksa
Seharusnya kau tak pernah hadir dimataku
Hanya buat aku terluka

Dan...


Waktu berlalu sia-sia
Kedua tanganku hanya bisa menutup wajah ini
Kian gelap. Hingga bahasa tak sanggup bicara

Semakin tak mengerti pada kisah ini
Begitu lelah kuperankan
Terasa jenuh peluh mengembun
Semua begitu percuma

Pagi cepat berlalu...
Hari terlalu terik untuk manusia yang tak tahu harus berbuat apa
Senja teramat diam untuk hati berpeluk gundah
Malam terlalu dingin untuk manusia yang tak tahu harus kemana

Terlambat

Terlambat, terlambat kau datang
Terlalu cepat, terlalu cepat aku pergi
Seharusnya hari akan indah
Tapi tak akan pernah

Pesonaku dan pesonamu sempat berpagut
Dan kandas dalam bisu
Hanya tatapan kita yang bersentuhan
Tanpa bertukar kata

Punggungku dihadapanmu
Wajahmu di balik lirik mataku
Aku tak tahu senyum itu untuk apa
Kau tak mengerti lidahku kelu karena apa

Satu kerlingan mata
Satu kelebatan rasa...
Mungkin pernah lahir
Bukan untuk tumbuh
Namun untuk binasa

Sahabat


Teman, duduklah barang sebentar
Kusediakan bangkai pohon yang tumbang ditebas zaman sebagai alasnya

Mari kita mengusap peluh
Tolong, jangan kau undang air mata
Rintih yang kau lagukan sudah lebih dari cukup

Jangan kau lupa akupun merasakannya
Kita memang tergilas roda nasib
Kita sedang tergerus takdir jahanam
Setengah keyakinan kita tercerabut oleh kenyataan

Jangan kau buang doa dari hatimu
Jangan kau hentikan pinta dari mulutmu
Belantara hidup akan semakin sulit dilalui tanpa itu semua

Senyumlah...
Meski itu mahal
Semangatlah...
Meski itu terkoyak

Thursday, October 05, 2006

Rintih kegelapan


Aku tahu...
Dan dapat melihat gurat-gurat dendam dimatamu
Apa yang telah hinggap melekat kuat pada hidupmu?
Dari mana kau dapatkan semua itu?

Hingga kata-kata riang dari bibirmu menari hambar tak berjiwa
Namun hatimu teramat diam, terlalu bungkam
Mungkinkah rasa ini dapat rontokkan benteng kegelapan dalam batinmu?
Atau kau takut aku malah memugarnya jadi lebih kokoh?

Tolong buka pintu itu untukku!
Kupastikan sesuatu itu pergi...

Cinta bian untuk arra


Sering, aku memanggilmu dalam batin
Selalu, aku terusik rindu dan tak mampu hadapi
Terlalu lama kau menghilang
Terlalu dalam aku sembunyi

Ribuan hari terlewati
Sampai mimpi itu datang menghentak
Kau dimana?...
Apakah kau simpan gelisah yang sama
Atau telah kau bunuh aku dalam kenangan??

Cinta kita pernah terbuang
Tapi tak lelah mengusik batin
Cinta kita memang usang
Tapi pernahkah kau panggil aku dalam batinmu?

Aku disini menunggu entah sampai kapan
Mungkin sampai nisan penantian gantikan aku?...

Early morning


Dan ketika matahari meyapa pagi
Kumantrakan bait-bait ajaib
Untuk memapahku lalui waktu
Hingga tiba pada malam berikutnya
Aku bisa terlelap nikmati ramahnya malam

Kujang, 7 September 2006


Empat pagi di atas tanah bogor
Terbungkus dingin bius setiap sendi
Nadi berdenyut lambat seperti enggan

Aku terdiam dalam nuansa purnama meredup
Seredup mata yang semakin penat
Galau ini tak mau pergi

Kuhela nafas panjang
Mungkin bebanku akan berkurang
Tapi tak banyak berarti

Segala yang kukejar, melesat terampas angin
Semua yang kumau berlalu enteng tinggalkan ku
Tak ada lagi yang tersisa
Selain kematian menungguku di suatu tempat

Waktu itu


Kulayangkan cita dalam penantian
Kusematkan sedikit khayal sebagai manik-manik
Kupandangi penuh takjub

Lalu menunggu...
Sampai waktu mengiyakan
Sampai pada masanya kudapat melayang pergi
Tinggalkan riak-riak nestapa

Snipernimal

Wednesday, October 04, 2006

Kampung halaman


Udara mengalir sejuk mengisi lembah kelahiran
Bertahtakan hijau, Berjubah gagah
Kampung halaman hadir dipelupuk mata
Sepulang dari tanah rantau


Berkelebat sejuta kenangan dalam batin
Lepas semua rindu terpendam
Kembali berbaring dalam pangkuan tanah masa kecil

Sampai nafas terakhir


Maaf aku mengusik batinmu
Aku tahu bukan lelaki ini yang dinanti
Hanya coba lantunkan apa yang terasa
Tanpa berharap, karena memang tak sepatutnya...

Hidup dalam bayangmu adalah takdir
Dan bila sang waktu merenggut nafasku
Akan kubawa senyum indah itu
Ku ingat selalu, tak terhapus zaman

Dua sisi


Cinta akan selalu indah selama masih menginginkan dan diinginkan
Cinta juga akan jadi petaka jika tak sanggup lagi memiliki dan dimiliki

Menunggu


Terduduk di bawah jingga yang mengantar matahari pulang
Jiwa menari cemas di atas pangkuan sepi
Menanti hadirnya sebuah cinta baru dalam bentuk lain

Menunggu untuk menolongku keluar dari jurang keentahan
Kunikmati jeritan hati yang gelisah
Dalam perihnya penantian kutetap menunggu...